Jumat, 29 Mei 2009

Press Release MKuPP

Press Release

Press Release MKuPP

Berkenaan proses hukum dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung, Kami Majlis Kajian Untuk perbaikan Pendidikan Kabupaten Temanggung, perlu menyampaikan hal-hal berikut :
  1. Mendukung langkah Kejaksaan Negeri Temanggung dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi pengadaan seragam di Dinas Pendidikan Temanggung.
  2. Mendorong segala upaya penciptaan suasana transparansi, partsipatif, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan (good and clean governance) di Dinas Pendidikan, dan sekolah-sekolah.
  3. Mendorong Pemkab Temanggung agar menempatkan aparat sesuai dengan proporsi dan kompetensinya sesuai aturan yang berlaku (the right man on the right place).
Demikian press release kami, atas kerjasama semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Ketua
ttd
Waldhonah

Kamis, 21 Mei 2009

Agar Matematika Kian Disuka

Link berita dari kliping artikel dan berita.

Bu Ning, begitu sapaan akrabnya. Sosok perempuan sederhana itu adalah guru matematika di SMAN I Temanggung, Jawa Tengah. Semangat dan dedikasinya telah mengantar sejumlah siswa menjadi petarung terbaik kompetisi matematika dunia. Ning berangkat dari premis yang paling sederhana, suka karena bisa.

NING tak berambisi apa pun ketika membentuk klub pencinta matematika. Sepulang sekolah, dia mengumpulkan sejumlah siswa yang ingin mendalami bidang matematika. Meskipun tak mendapat dukungan dari rekan-rekan sekerja, guru lulusan Fakultas MIPA jurusan Matematika Universitas Sebelas Maret Solo ini pantang menyerah. Tanpa target apa pun, klub itu berjalan seadanya. Sang suami, yang kebetulan juga guru pelajaran kimia di SMA di Kebumen juga mendukungnya.

"Buat apa tambah waktu jam pelajaran sampai sore hari? Kok tidak buat keluarga saja. Kamu dapat apa, to?" tutur Ning menirukan ucapan-ucapan yang mempertanyakan motivasinya.

Ning menuturkan, tahun 1999, kelompok belajar Matematika SMAN I Temanggung dimulai dengan pelajaran biasa. Tidak ada yang istimewa. "Namun beberapa anak tampak menonjol, saya kasih kuis, kok bisa. Lalu tercetus ide untuk membuat klub matematika," tuturnya.

"Saya tidak berpikir apa-apa. Kegiatan ini tidak dianggarkan dan tidak dikelola sekolah. Sendiri-sendiri saja. Kami kumpul-kumpul membahas materi-materi yang menantang dan aneh. Di luar dugaan, dari yang sedikit itu malah menemukan yang lebih," ujarnya ketika menghadiri Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah oleh Tanoto Foundation di Balikpapan, Kalimantan Timur, baru-baru ini.

Kerja keras Ning Esti tidak percuma. Murid-murid di kelas I yang diajarnya, ternyata mulai menyukai matematika. Sekalipun kerap dianggap pelajaran momok, matematika ala Ning Esti ternyata mulai disukai. Secara tidak langsung, perempuan kelahiran Cilacap 25 Agustus 1962 ini mengembangkan metode belajar yang efektif.

"Ada anak-anak yang agak lebih diberi jalan dan didorong hingga maksimal. Kebetulan mereka bisa menjelaskan ke teman-temannya. Rupanya, tanpa sadar, saya sudah melakukan metode cooperative learning. Bahasan anak ke anak berbeda jika saya yang menerangkan," katanya.

Menurut Ning, metode pembelajaran itu dirasa sangat membantu tugasnya sebagai pengajar. Di sisi lain, metode cooperative learning dapat mengungkap masalah-masalah yang dihadapi sejumlah anak yang tidak menyukai matematika.

"Saya akhirnya tahu, satu anak tidak suka matematika bukan karena materi SMA lebih sulit. Dia tidak suka gara-gara tidak bisa hitung pecahan. Saya akhirnya tahu kesulitan mereka di mana," tambahnya.

Membuahkan Prestasi

Suatu ketika, kata Ning, ada seorang siswa kelas I, bernama Nanang Susyanto. Anak itu dari keluarga tidak mampu. Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai tukang reparasi payung. Nanang pernah menyampaikan maksudnya untuk mendapatkan beasiswa. Namun, permintaan itu ditolak karena dia belum dapat menunjukkan prestasi.

"Saya kasih semangat. 'Sudah kamu belajar saja dengan baik, tunjukkan prestasimu'. Lalu saya terus menutup SPP-nya. Sampai enam bulan, ternyata ada lomba matematika tingkat kabupaten, dia muncul sebagai juara III. Lalu berikutnya, dia menjadi juara di tingkat provinsi," kenangnya.

Ning Esti rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk profesi sebagai guru. Dedikasi dan ketulusan hatinya dibuktikan saat Nanang akan mengikuti kompetisi tingkat internasional. Dia mengajak teman-teman seprofesinya menyumbangkan uang yang kemudian dibelikan baju, sepatu, dan pakaian dalam. Ning khawatir, Nanang yang potensial, kalah mental sebelum bertanding hanya akibat penampilan yang apa adanya.

Tahun 2004, berkat gemblengan Ning, Nanang akhirnya menjadi juara International Mathematical Olympiad ke-45 (IMO) di Yunani. Nanang kini menjadi mahasiswa jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jika kembali ke kampung halamannya, Nanang sering berbagi soal-soal matematika dengan mantan gurunya itu.

Buah kerja keras Ning tidak hanya tercermin dari prestasi yang diraih Nanang. Pada tahun 2004 juga, Ning berhasil membawa muridnya meraih medali emas Olimpiade Sains Nasional ke-3 di Pekanbaru, Riau.

Tidak dimungkiri, gaya mengajar Ning Esti cukup efektif dan disukai para muridnya. Alhasil, meskipun resminya mengajar di kelas I, Ning juga "dicari" murid-murid kelas II dan kelas III yang ingin belajar bersama. Uniknya dia tak merasa malu jika gagal memecahkan soal.

"Sama anak-anak, saya sering tanya-tanya. Kadang sama Nanang kalau dia pulang. Saya merasa berdosa kalau melihat anak-anak berpotensi didiamkan saja. Jadi, meskipun tidak digaji atau apa, saya ikhlas. Tuhan itu mahakaya. Ternyata saya dipanggil menjadi guru untuk membina anak-anak ikut olimpiade," tuturnya.

Meskipun sukses mengantar sejumlah murid berprestasi di ajang internasional, Ning tetap pribadi yang bersahaja. Bahkan sepulangnya dari pembinaan guru matematika di Bandung, dia tak cukup piawai memecahkan soal yang ditanyakan murid. Di sisi lain, kepolosan Ning ternyata disukai murid-murid yang merasa tidak digurui.

"Gurunya tidak bisa, kok katro ya. Begitulah, kata kuncinya, guru jangan pernah berhenti belajar. Saya percaya itu. Kalau guru yang ilmunya lebih tinggi, menjawab soal cukup setengah halaman, tapi saya bisa sampai enam lembar. Tapi justru yang seperti ini, anak-anak jadi suka. Kami dapat belajar bersama, dan murid pun bahkan bisa mendebat," kelakarnya.

Kini, Ning Esti tercatat sebagai salah satu instruktur di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMA. Setelah berbagai prestasi internasional diraih, klub matematika SMAN I Temanggung mendapat dukungan penuh. Selain honor, dia juga mendapatkan berbagai fasilitas. Banyak orang meyakini, Ning Esti memang guru teladan yang berdedikasi.

"Saya masih harus mendidik anak saya. Dua laki-laki, dan satu perempuan. Anak laki-laki saya tidak suka matematika. Maunya olahraga terus. Ini juga persoalan yang sulit," ujar ibu tiga anak ini sambil tersenyum. [SP/Unggul Wirawan]

Spektroskop Bu Tarmi

Link berita dari Kompas Cyber Media.

BALIKPAPAN, KCM - Tadinya, kardus hijau toska bekas wadah kertas terkesan teronggok begitu saja. Tapi, ditambah kertas karton dan sekeping compact disk (CD) berikut alat bantu mulai dari gunting hingga lem, segala bahan itu bisa dibuat menjadi spektroskop sederhana.

Meski tongkrongan alat peraganya bersahaja, spektroskop dalam khazanah ilmu pengetahuan alam, adalah alat penting untuk memisahkan sinar. Bahasa ilmiahnya adalah alat berbasis kaca prisma yang mampu memisahkan sinar menjadi komponen-komponen kromatik primernya, misalnya spektrumnya. Nah, CD itulah yang berfungsi sebagai kaca prisma!

Tanpa alat itu, ilmuwan atau siapa pun yang menaruh minat pada astronomi, khususnya, bakal kesulitan untuk menganalisis cahaya bintang. Adalah ilmuwan Gustav Robert Kirchhoff pada 1845 yang bersama ahli kimia Robert Bunsen menemukan spektroskop.

"Kartonnya dilem ke dus ini. Awas jangan sampai ada lubang," begitu Sutarmi mewanti-wanti rekan guru lainnya, sesama peserta Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah Angkatan IV, Tahap I yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation bekerja sama dengan ITCI Hutani Manunggal pada Senin (22/8) sampai dengan Jumat (31/8) lalu.

Keseharian

Kreativitas, seperti disampaikan oleh pembicara pada pelatihan itu yakni pakar pendidikan Dr. Anita Lie dan Dr. Takim Andriono berada di atas segala kekurangan mulai dari prasaran dan sarana pendidikan hingga kesejahteraan guru yang nyata terasa di daerah pedalaman, jauh dari Ibu Kota. "Tetapi, kalau semua ngomel (marah-red) dan nggak ada yang mau menyalakan lilin kecil, tetap saja keadaannya gelap," kesan kedua pembicara tadi memberi kiasan.

Sementara, sesungguhnya, bahan-bahan untuk membuat alat peraga letaknya dekat dengan keseharian. "Iya, di tempat saya, bahan seperti kardus, gelas plastik bekas minuman ada juga," kata perempuan asal Sragen, Jawa Tengah yang akrab dipangil Bu Tarmi ini.

Bu Tarmi adalah satu dari 12 guru di Sekolah Dasar (SD) 001 Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, sekitar 80 kilometer dari Kota Balikpapan ke arah timur di Provinsi Kalimantan Timur. Ada 141 murid di sekolah itu mulai dari kelas I sampai dengan VI SD. Di sekolahnya, terang Bu Tarmi, memang cukup tersedia alat peraga untuk berbagai mata pelajaran baik ilmu alam maupun ilmu sosial. "Tapi, yang kurang memang pelatihan untuk menambah pengetahuan guru memanfaatkan bahan alam seperti dicontohkan dalam pelatihan ini," papar ibu tiga anak ini.

Mengikutsertakan 50 orang peserta yang separuh jumlahnya adalah kepala sekolah, pelatihan oleh yayasan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto ini juga berisikan materi memotivasi kemampuan pendidik untuk mempertinggi dorongan belajar siswa. Dikatakan Direktur Eksekutif Ratih S.A. Loekito dalam kesempatan tersebut, pihaknya menghadirkan Ning Esti, seorang guru matematika SMA Negeri 1 Temanggung, Jawa Tengah.

"Saya cuma meluangkan waktu untuk murid-murid saya," kata Ning Esti merendah kala mengisahkan pengalaman yang dirintisnya hampir tujuh tahun lalu lewat klub matematika.

Kendati begitu, perjuangan perempuan yang punya prinsip "guru tak selalu lebih tahu" itu berbuah manis. Pasalnya, mantan muridnya, Nanang Susyanto meraih medali perunggu dalam International Mathematics Competition (IMC) di Blogeovgrad, Bulgaria pada 22-28 Juli 2005.

Setahun sebelumnya, saat duduk di kelas 3 SMA, Nanang yang kini melanjutkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FMIPA) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mewakili Indonesia pada ajang Olimpiade Internasional Matematika di Athena Yunani. "Nanang itu dulunya malah nggak suka matematika," kenang Ning Esti.

Setelah Nanang, giliran murid Ning Esti lainnya Rudi Adha Prihandoko yang sempat mengecap kompetisi matematika tingkat dunia. Rudi meraih predikat Honorable Mention pada Olimpiade Matematika Internasional (IMO) di Hanoi, Vietnam, Juli tahun ini.

Inilah contoh hidup bagi sesama rekan guru. Walau, Ning Esti mengaku terus- menerus belajar. "Karena prinsip saya itu, bahkan kalau Nanang pulang ke Temanggung, saya nggak sungkan belajar matematika sama Nanang," demikian Ning Esti.



Penulis: Josephus Primus

Berbagai Berita Korupsi Pengadaan Seragam Dinas Pendidikan Temanggung

Berikut adalah link untuk berita korupsi pengadaan seragam di Dinas Pendidikan Temanggung :
Suara Merdeka
Radar Jogja
Radar Semarang
Jawa Pos

Rabu, 13 Mei 2009

berita seputar unas.

unas telah berlangsung dibeberapa sekolah dengan beragam peristiwa dan beragam tanggapan.

Sabtu, 09 Mei 2009

Sepenggal Catatan Sejarah MKuPP

Ibu Guru Nurlaila dan Waldhonah.

Oleh :
Darmaningtyas (Anggota Dewan Penasehat Centre for Betterment of Education, Jakarta.

(Koran Tempo, 24 Juli 2004)

"Pak, saya dimutasi ke SMA Candiroto, 60 km dari rumah saya. Dasarnya laporan Bawaskab (Badan Pengawas Kabupaten) tentang pemeriksaan atas diri saya yang dilakukan karena adanya surat kaleng yang ditujukan ke K3S/MKKS." Begitu bunyi pesan pendek (SMS) yang dikirimkan Dra. Waldonah, bekas guru kimia SMAN I Temanggung, Jawa Tengah, pada 26 Maret 2004.

Membaca pesan itu saya kaget dan sekaligus sedih. Kaget, karena seminggu sebelumnya Waldonah dan kawan-kawan baru saja berdiskusi dengan saya mengenai permasalahan guru di Temanggung. Mereka membentuk forum kajian bernama Majelis Kajian untuk Perbaikan Pendidikan (MkuPP) yang bertujuan untuk melakukan perbaikan pendidikan dari dalam (oleh guru sendiri). Sedih karena kekhawatiran sejak awal bahwa otonomi daerah akan menjadikan posisi guru semakin terjepit terbukti. Kekuasaan bupati/wali kota yang tidak terkontrol, membuat mereka sewenang-wenang pada guru yang tidak disukai.

Pesan lain dari Waldonah yang membuat saya tertegun berbunyi, "Pak, pengacara saya dipanggil bupati. Saya diminta pindah ke Magelang, tapi sekolahnya disuruh cari sendiri. Bupati mau kasih surat lolos butuh." Pesan itu dikirim pada 15 Mei 2004.

Permintaan bupati itu jelas merupakan bentuk pengusiran secara halus. Belakangan, dari seorang kawan Figurmas (Forum Interaksi Guru Banyumas), saya mengetahui bahwa tawaran pindah ke Magelang itu dimaksudkan untuk tukar tempat dengan istri seorang mantan pejabat Kabupaten Magelang. Saran itu pun tidak bisa dilakukan karena ternyata istri mantan pejabat tadi adalah guru SD, sedangkan Waldonah guru SMA.

Akhirnya, Waldonah masih bertahan di SMAN Candiroto, tapi hanya mengurusi perpustakaan. Padahal, dia adalah guru kimia yang pada 2003 mampu mengantarkan muridnya memperoleh medali perunggu pada Olimpiade Kimia Internasional (International Chemistry Olympiad/ICHO) di Athena atas nama Damar Yoga Kusuma.

Alasan Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo memutasi Waldonah juga tidak jelas. Sebab, sebelum Waldonah dimutasi, jumlah guru kimia di SMAN Candiroto sudah tiga orang (sesuai dengan kebutuhan). Demikian pula jumlah guru kimia di SMA I tiga orang (sesuai dengan kebutuhan). Akibat mutasi itu guru kimia SMAN I kurang satu, sedangkan guru kimia SMAN Candiroto lebih satu. Wajar bila kemudian Waldonah tidak kebagian jam mengajar.

Surat kaleng
Alasan mutasi Waldonah yang tidak jelas itu kemudian memunculkan dugaan bahwa mutasi itu tidak lepas dari aktivitas Waldonah di MKuPP. Kurun waktu November 2003-Februari 2004 MKuPP menyampaikan hasil sejumlah kajian sebagai berikut.

Pertama, usulan pembatasan masa jabatan kepala menjadi empat tahun--sesuai SK Mendiknas Nomor 0296/U/1996 yang diperbarui dengan SK Mendiknas Nomor 162/U/2003--dan dengan model rekrutmen: pilihan langsung oleh guru, karyawan, komite sekolah, dan perwakilan murid.

Kedua, meminta agar Bupati Temanggung menghentikan Ulangan Umum Bersama (UUB) karena UUB bertentangan dengan SK Mendiknas Nomor118/U/2002 tentang Penyesuaian Garis-garis Besar Program Pengajaran dan Penilaian pada Sistem Semester Pasal 3 ayat 3 yang berbunyi: "Pada akhir semester I di setiap satuan pendidikan tidak dilaksanakan ulangan umum". MKuPP menduga UUB bermotif nonakademis.

Ketiga, meminta kepada Bupati Temanggung untuk melakukan audit keuangan pada Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), yang sekarang berganti baju menjadi Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Keempat, meminta kepada Bupati Temanggung untuk mematuhi prosedur pembentukan Badan Akreditasi Sekolah (BAS) sesuai dengan SK Mendiknas Nomor 087/U/2002, dan tidak asal tunjuk, karena di masa lalu proses akreditasi sekolah merupakan lahan praktek korupsi dan kolusi.

Kelima, usulan/saran agar Dinas Pendidikan melakukan antisipasi terhadap SK Mendiknas Nomor 153/U/2003 tentang Ujian Nasional, khususnya syarat kelulusan nilai lebih besar atau sama dengan 4,01.

Bagi seorang bupati, usulan para guru itu memang cukup menohok. Hasil kajian MKuPP itu dimuat oleh berbagai media massa dan kemudian menimbulkan polemik antara MKuPP dan K3s/MKKS. Pada saat polemik itu memuncak, tiba-tiba ada surat kaleng yang ditujukan ke Ketua K3S/MKKS dan ditembuskan kepada Kepala SMAN I tempat Waldonah jadi guru. Isi surat kaleng itu melaporkan Waldonah bersekongkol dengan Darma Yoga Kusuma membocorkan soal ulangan umum pelajaran kimia. Surat kaleng itu dikirim atas nama Dwi Hardiyani, yang mengaku sebagai orangtua Darma Yoga Kusuma. Namun, setelah ditelusur di data sekolah tidak ditemukan nama orang itu.

Berdasarkan surat kaleng itu, Waldonah diperiksa oleh Bawaskab (Badan Pengawas Kabupaten). Pihak pelapor, Dwi Hardiyani, tidak pernah diperiksa untuk membuktikan laporannya, karena data Dwi memang tidak ditemukan. Waldonah juga tidak diberi tahu hasil pemeriksaan dirinya oleh Bawaskab, tapi di SK mutasi alasan kepindahan itu berdasarkan hasil pemeriksaan Bawaskab. Setelah melalui perjuangan keras akhirnya Waldonah dimutasi lagi di SMA dekat rumahnya, tapi tidak kembali ke SMAN I.

Mempertahankan kebenaran
Berbeda dengan Waldonah, Dra. Nurlaila, guru SMPN 56 Melawai, Jakarta Selatan, mengalami nasib lebih buruk lagi. Nurlaila diturunkan pangkat dan sejak awal 2004 distop gajinya karena menolak pindah ke SMPN 56 Jeruk Purut maupun sekolah lain, dan tetap terus berjuang menolak tukar guling SMPN 56 Melawai.

Padahal, dasar penolakan Nurlaila itu jelas. Pertama, secara prinsip, fasilitas publik tidak boleh ditukarkan untuk kepentingan pribadi. Kedua, berdasarkan Keppres Nomor 6 Tahun 1994 dan Keppres Nomor 24 Tahun 1995, penjualan aset negara yang dipertukarkan di atas Rp 10 miliar harus terlebih dulu mendapat persetujuan Presiden RI. Dalam proses tukar guling SMPN 56 Melawai hal itu tidak dilakukan. Jadi, jelas yang diperjuangkan Nurlaila itu adalah kebenaran, baik kebenaran akal sehat maupun hukum.

Meskipun demikian, dia tidak memperoleh penghargaan, sebaliknya malah sanksi berupa penurunan pangkat dan gajinya distop oleh Pemda DKI Jakarta. Bahkan sejak 19 Juli 2004 Nurlaila ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan polisi dengan tuduhan memasuki pekarangan orang lain tanpa izin dan menyelenggarakan pendidikan secara ilegal atau liar. Akibat tuduhan itu, posisi Nurlaila sekarang terjepit. Ironisnya, pihak yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam tukar guling itu malah dibiarkan berkeliaran dan berkuasa.

Apa yang terjadi pada Waldonah di Temanggung dan Nurlaila di Jakarta itu adalah contoh perlakuan pemerintah daerah yang sewenang-wenang terhadap guru. Di luar itu banyak kasus serupa, tapi kurang termonitor, seperti misalnya Daniel Sriadi, guru SMPN 2 Gombong, Jawa Tengah, yang dibebastugaskan karena melaporkan penyelewengan Rancangan Anggaran Belanja Sekolah di sekolahnya kepada Komisi E DPRD Kebumen. Pada 2002 empat guru SMPN 3 Tangerang juga dimutasi karena menuntut transparansi RABS di sekolahnya.

Para guru tersebut berjuang untuk menegakkan kebenaran dan kewibawaannya sebagai guru, tapi yang mereka peroleh justru sanksi mutasi, penurunan pangkat, dan penghentian gaji. Sebaliknya, guru-guru yang diam terhadap praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, praktek pendidikan yang menindas masyarakat, dan penjualan aset-aset negara, malah dianugerahi kenaikan pangkat. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memberikan kenaikan pangkat kepada para guru SMPN 56 Melawai yang bersedia pindah ke SMPN 56 Jeruk Purut.

Ibu Guru Nurlaila dan Waldonah menarik perhatian, karena keduanya sama-sama perempuan tapi sekaligus sama-sama memiliki kegigihan untuk memperjuangkan kebenaran dalam dunia pendidikan di tengah-tengah kefrustrasian masyarakat terhadap praktek pendidikan yang menindas. Keduanya tidak memiliki pretensi untuk menjadi seorang kepala daerah, anggota DPR/DPRD, apalagi presiden. Mereka sekadar ingin agar pendidikan untuk masyarakat diutamakan dan dilaksanakan tanpa menindas masyarakat. Tapi, yang mereka terima ternyata bukan suatu penghargaan, melainkan sanksi.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mendapat dana block grant Rp 3 juta untuk setiap PGRI tingkat kabupaten/kota dalam rangka perlindungan hukum terhadap guru, mestinya membela para guru itu. Tapi, lantaran pengurus PGRI di kabupaten/kota dijabat Kepada Dinas Pendidikan, maka sikapnya terhadap guru pun menjadi ambivalen.