Kamis, 21 Mei 2009

Spektroskop Bu Tarmi

Link berita dari Kompas Cyber Media.

BALIKPAPAN, KCM - Tadinya, kardus hijau toska bekas wadah kertas terkesan teronggok begitu saja. Tapi, ditambah kertas karton dan sekeping compact disk (CD) berikut alat bantu mulai dari gunting hingga lem, segala bahan itu bisa dibuat menjadi spektroskop sederhana.

Meski tongkrongan alat peraganya bersahaja, spektroskop dalam khazanah ilmu pengetahuan alam, adalah alat penting untuk memisahkan sinar. Bahasa ilmiahnya adalah alat berbasis kaca prisma yang mampu memisahkan sinar menjadi komponen-komponen kromatik primernya, misalnya spektrumnya. Nah, CD itulah yang berfungsi sebagai kaca prisma!

Tanpa alat itu, ilmuwan atau siapa pun yang menaruh minat pada astronomi, khususnya, bakal kesulitan untuk menganalisis cahaya bintang. Adalah ilmuwan Gustav Robert Kirchhoff pada 1845 yang bersama ahli kimia Robert Bunsen menemukan spektroskop.

"Kartonnya dilem ke dus ini. Awas jangan sampai ada lubang," begitu Sutarmi mewanti-wanti rekan guru lainnya, sesama peserta Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah Angkatan IV, Tahap I yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation bekerja sama dengan ITCI Hutani Manunggal pada Senin (22/8) sampai dengan Jumat (31/8) lalu.

Keseharian

Kreativitas, seperti disampaikan oleh pembicara pada pelatihan itu yakni pakar pendidikan Dr. Anita Lie dan Dr. Takim Andriono berada di atas segala kekurangan mulai dari prasaran dan sarana pendidikan hingga kesejahteraan guru yang nyata terasa di daerah pedalaman, jauh dari Ibu Kota. "Tetapi, kalau semua ngomel (marah-red) dan nggak ada yang mau menyalakan lilin kecil, tetap saja keadaannya gelap," kesan kedua pembicara tadi memberi kiasan.

Sementara, sesungguhnya, bahan-bahan untuk membuat alat peraga letaknya dekat dengan keseharian. "Iya, di tempat saya, bahan seperti kardus, gelas plastik bekas minuman ada juga," kata perempuan asal Sragen, Jawa Tengah yang akrab dipangil Bu Tarmi ini.

Bu Tarmi adalah satu dari 12 guru di Sekolah Dasar (SD) 001 Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, sekitar 80 kilometer dari Kota Balikpapan ke arah timur di Provinsi Kalimantan Timur. Ada 141 murid di sekolah itu mulai dari kelas I sampai dengan VI SD. Di sekolahnya, terang Bu Tarmi, memang cukup tersedia alat peraga untuk berbagai mata pelajaran baik ilmu alam maupun ilmu sosial. "Tapi, yang kurang memang pelatihan untuk menambah pengetahuan guru memanfaatkan bahan alam seperti dicontohkan dalam pelatihan ini," papar ibu tiga anak ini.

Mengikutsertakan 50 orang peserta yang separuh jumlahnya adalah kepala sekolah, pelatihan oleh yayasan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto ini juga berisikan materi memotivasi kemampuan pendidik untuk mempertinggi dorongan belajar siswa. Dikatakan Direktur Eksekutif Ratih S.A. Loekito dalam kesempatan tersebut, pihaknya menghadirkan Ning Esti, seorang guru matematika SMA Negeri 1 Temanggung, Jawa Tengah.

"Saya cuma meluangkan waktu untuk murid-murid saya," kata Ning Esti merendah kala mengisahkan pengalaman yang dirintisnya hampir tujuh tahun lalu lewat klub matematika.

Kendati begitu, perjuangan perempuan yang punya prinsip "guru tak selalu lebih tahu" itu berbuah manis. Pasalnya, mantan muridnya, Nanang Susyanto meraih medali perunggu dalam International Mathematics Competition (IMC) di Blogeovgrad, Bulgaria pada 22-28 Juli 2005.

Setahun sebelumnya, saat duduk di kelas 3 SMA, Nanang yang kini melanjutkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FMIPA) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mewakili Indonesia pada ajang Olimpiade Internasional Matematika di Athena Yunani. "Nanang itu dulunya malah nggak suka matematika," kenang Ning Esti.

Setelah Nanang, giliran murid Ning Esti lainnya Rudi Adha Prihandoko yang sempat mengecap kompetisi matematika tingkat dunia. Rudi meraih predikat Honorable Mention pada Olimpiade Matematika Internasional (IMO) di Hanoi, Vietnam, Juli tahun ini.

Inilah contoh hidup bagi sesama rekan guru. Walau, Ning Esti mengaku terus- menerus belajar. "Karena prinsip saya itu, bahkan kalau Nanang pulang ke Temanggung, saya nggak sungkan belajar matematika sama Nanang," demikian Ning Esti.



Penulis: Josephus Primus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar