Jumat, 07 Agustus 2009

Team Teaching Tidak Laku

Sebanyak 40 orang guru di Temanggung berpotensi tertunda pencairan dana tunjangan profesinya. Tertundanya pencairan dana tunjangan profesi ini diakibatkan karena (sebagian) para guru melakukan tugas mengajar dengan sistem team teaching. Jam mengajar model Team Teaching tidak diperbolehkan lagi dimasukkan dalam perhitungan mengajar untuk syarat penerbitan surat keputusan Dirjen PMPTK. SK Dirjen PMPTK ini merupakan landasan untuk pencairan dana tunjangan profesi bagi guru yang lulus sertifikasi tahun 2008. Hal ini tertuang dalam surat Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jateng No. 708/F/F30/LL/2009 tertanggal 3 Agustus 2009.

Team teaching adalah model pembelajaran dimana dua orang guru mengajar bersama dalam satu kelas dalam saat bersamaan secara sinergis (kolaboratif).
Berdasarkan surat Kepala LPMP Jawa Tengah, para guru yang tertunda penerbitan SK Dirjen PMPTKnya disebabkan karena :
  1. terdapat guru-guru yang belum memenuhi beban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu;
  2. terdapat guru-guru yang melakukan tugas mengajar dengan sistem team teaching untuk memenuhi kewajiban minimal 24 jam mengajar dan hal tersebut tidak dibenarkan;
  3. terdapat guru-guru yang memenuhi kewajiban mengajar minimal 24 jam dengan mengajar mata pelajaran lain yang tidak sesuai dengan sertifikat pendidik yang diperolehnya dan hal ini tidak dibenarkan;
  4. Berkenaan dengan butir 1, 2, 3 di atas, sesuai ketentuan yang berlaku, LPMP tidak bisa memroses dan mengajukan penerbitan SK penetapan tunjangan profesi yang bersangkutan ke Dirjen PMPTK.
Selanjutnya LPMP berharap para guru untuk memenuhi kewajiban mengajar minimal sesuai ketentuan yang berlaku (minimal 24 jam tatap muka per minggu untuk guru, 6 jam tatap muka untuk kepala sekolah, dan 12 jam tatap muka untuk wakil kepala sekolah, Kepala Perpustakaan, Ketua Program Keahlian, dan Kepala Laboratorium), disertai bukti surat keterangan kepala sekolah dan disahkan oleh DInas Pendidikan Kabupaten/kota untuk guru SMP, SMA, SMK dan Kepala UPTD untuk guru TK dan SD. Kelengkapan berkas dimaksud disampaikan ke LPMP Jawa Tengah untuk segera ditindaklanjuti.

Senin, 01 Juni 2009

pendidikan murah dan bermutu.

penyusunan rapbs yang rutin dilaksanakan oleh pihak sekolah bersama komite sekolah yang biasanya dengan mengundang orang tua siswa, maka perlu kiranya saya akan memberikan solusi dengan hitungan yang kami hitung sendiri, semoga tulisan ini bermanfaat bagi masyarakat pendidikan utamanya dapat dipakai sebagai bahan perbandingan dalam penyusunan rapbs pada setiap sekolah. Semoga dengan tulisan ini masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan yang murah artinya terjangkau dan tetap bermutu.
Rincian kebutuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing sekolah:

Jumat, 29 Mei 2009

Press Release MKuPP

Press Release

Press Release MKuPP

Berkenaan proses hukum dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung, Kami Majlis Kajian Untuk perbaikan Pendidikan Kabupaten Temanggung, perlu menyampaikan hal-hal berikut :
  1. Mendukung langkah Kejaksaan Negeri Temanggung dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi pengadaan seragam di Dinas Pendidikan Temanggung.
  2. Mendorong segala upaya penciptaan suasana transparansi, partsipatif, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan (good and clean governance) di Dinas Pendidikan, dan sekolah-sekolah.
  3. Mendorong Pemkab Temanggung agar menempatkan aparat sesuai dengan proporsi dan kompetensinya sesuai aturan yang berlaku (the right man on the right place).
Demikian press release kami, atas kerjasama semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Ketua
ttd
Waldhonah

Kamis, 21 Mei 2009

Agar Matematika Kian Disuka

Link berita dari kliping artikel dan berita.

Bu Ning, begitu sapaan akrabnya. Sosok perempuan sederhana itu adalah guru matematika di SMAN I Temanggung, Jawa Tengah. Semangat dan dedikasinya telah mengantar sejumlah siswa menjadi petarung terbaik kompetisi matematika dunia. Ning berangkat dari premis yang paling sederhana, suka karena bisa.

NING tak berambisi apa pun ketika membentuk klub pencinta matematika. Sepulang sekolah, dia mengumpulkan sejumlah siswa yang ingin mendalami bidang matematika. Meskipun tak mendapat dukungan dari rekan-rekan sekerja, guru lulusan Fakultas MIPA jurusan Matematika Universitas Sebelas Maret Solo ini pantang menyerah. Tanpa target apa pun, klub itu berjalan seadanya. Sang suami, yang kebetulan juga guru pelajaran kimia di SMA di Kebumen juga mendukungnya.

"Buat apa tambah waktu jam pelajaran sampai sore hari? Kok tidak buat keluarga saja. Kamu dapat apa, to?" tutur Ning menirukan ucapan-ucapan yang mempertanyakan motivasinya.

Ning menuturkan, tahun 1999, kelompok belajar Matematika SMAN I Temanggung dimulai dengan pelajaran biasa. Tidak ada yang istimewa. "Namun beberapa anak tampak menonjol, saya kasih kuis, kok bisa. Lalu tercetus ide untuk membuat klub matematika," tuturnya.

"Saya tidak berpikir apa-apa. Kegiatan ini tidak dianggarkan dan tidak dikelola sekolah. Sendiri-sendiri saja. Kami kumpul-kumpul membahas materi-materi yang menantang dan aneh. Di luar dugaan, dari yang sedikit itu malah menemukan yang lebih," ujarnya ketika menghadiri Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah oleh Tanoto Foundation di Balikpapan, Kalimantan Timur, baru-baru ini.

Kerja keras Ning Esti tidak percuma. Murid-murid di kelas I yang diajarnya, ternyata mulai menyukai matematika. Sekalipun kerap dianggap pelajaran momok, matematika ala Ning Esti ternyata mulai disukai. Secara tidak langsung, perempuan kelahiran Cilacap 25 Agustus 1962 ini mengembangkan metode belajar yang efektif.

"Ada anak-anak yang agak lebih diberi jalan dan didorong hingga maksimal. Kebetulan mereka bisa menjelaskan ke teman-temannya. Rupanya, tanpa sadar, saya sudah melakukan metode cooperative learning. Bahasan anak ke anak berbeda jika saya yang menerangkan," katanya.

Menurut Ning, metode pembelajaran itu dirasa sangat membantu tugasnya sebagai pengajar. Di sisi lain, metode cooperative learning dapat mengungkap masalah-masalah yang dihadapi sejumlah anak yang tidak menyukai matematika.

"Saya akhirnya tahu, satu anak tidak suka matematika bukan karena materi SMA lebih sulit. Dia tidak suka gara-gara tidak bisa hitung pecahan. Saya akhirnya tahu kesulitan mereka di mana," tambahnya.

Membuahkan Prestasi

Suatu ketika, kata Ning, ada seorang siswa kelas I, bernama Nanang Susyanto. Anak itu dari keluarga tidak mampu. Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai tukang reparasi payung. Nanang pernah menyampaikan maksudnya untuk mendapatkan beasiswa. Namun, permintaan itu ditolak karena dia belum dapat menunjukkan prestasi.

"Saya kasih semangat. 'Sudah kamu belajar saja dengan baik, tunjukkan prestasimu'. Lalu saya terus menutup SPP-nya. Sampai enam bulan, ternyata ada lomba matematika tingkat kabupaten, dia muncul sebagai juara III. Lalu berikutnya, dia menjadi juara di tingkat provinsi," kenangnya.

Ning Esti rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk profesi sebagai guru. Dedikasi dan ketulusan hatinya dibuktikan saat Nanang akan mengikuti kompetisi tingkat internasional. Dia mengajak teman-teman seprofesinya menyumbangkan uang yang kemudian dibelikan baju, sepatu, dan pakaian dalam. Ning khawatir, Nanang yang potensial, kalah mental sebelum bertanding hanya akibat penampilan yang apa adanya.

Tahun 2004, berkat gemblengan Ning, Nanang akhirnya menjadi juara International Mathematical Olympiad ke-45 (IMO) di Yunani. Nanang kini menjadi mahasiswa jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jika kembali ke kampung halamannya, Nanang sering berbagi soal-soal matematika dengan mantan gurunya itu.

Buah kerja keras Ning tidak hanya tercermin dari prestasi yang diraih Nanang. Pada tahun 2004 juga, Ning berhasil membawa muridnya meraih medali emas Olimpiade Sains Nasional ke-3 di Pekanbaru, Riau.

Tidak dimungkiri, gaya mengajar Ning Esti cukup efektif dan disukai para muridnya. Alhasil, meskipun resminya mengajar di kelas I, Ning juga "dicari" murid-murid kelas II dan kelas III yang ingin belajar bersama. Uniknya dia tak merasa malu jika gagal memecahkan soal.

"Sama anak-anak, saya sering tanya-tanya. Kadang sama Nanang kalau dia pulang. Saya merasa berdosa kalau melihat anak-anak berpotensi didiamkan saja. Jadi, meskipun tidak digaji atau apa, saya ikhlas. Tuhan itu mahakaya. Ternyata saya dipanggil menjadi guru untuk membina anak-anak ikut olimpiade," tuturnya.

Meskipun sukses mengantar sejumlah murid berprestasi di ajang internasional, Ning tetap pribadi yang bersahaja. Bahkan sepulangnya dari pembinaan guru matematika di Bandung, dia tak cukup piawai memecahkan soal yang ditanyakan murid. Di sisi lain, kepolosan Ning ternyata disukai murid-murid yang merasa tidak digurui.

"Gurunya tidak bisa, kok katro ya. Begitulah, kata kuncinya, guru jangan pernah berhenti belajar. Saya percaya itu. Kalau guru yang ilmunya lebih tinggi, menjawab soal cukup setengah halaman, tapi saya bisa sampai enam lembar. Tapi justru yang seperti ini, anak-anak jadi suka. Kami dapat belajar bersama, dan murid pun bahkan bisa mendebat," kelakarnya.

Kini, Ning Esti tercatat sebagai salah satu instruktur di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMA. Setelah berbagai prestasi internasional diraih, klub matematika SMAN I Temanggung mendapat dukungan penuh. Selain honor, dia juga mendapatkan berbagai fasilitas. Banyak orang meyakini, Ning Esti memang guru teladan yang berdedikasi.

"Saya masih harus mendidik anak saya. Dua laki-laki, dan satu perempuan. Anak laki-laki saya tidak suka matematika. Maunya olahraga terus. Ini juga persoalan yang sulit," ujar ibu tiga anak ini sambil tersenyum. [SP/Unggul Wirawan]

Spektroskop Bu Tarmi

Link berita dari Kompas Cyber Media.

BALIKPAPAN, KCM - Tadinya, kardus hijau toska bekas wadah kertas terkesan teronggok begitu saja. Tapi, ditambah kertas karton dan sekeping compact disk (CD) berikut alat bantu mulai dari gunting hingga lem, segala bahan itu bisa dibuat menjadi spektroskop sederhana.

Meski tongkrongan alat peraganya bersahaja, spektroskop dalam khazanah ilmu pengetahuan alam, adalah alat penting untuk memisahkan sinar. Bahasa ilmiahnya adalah alat berbasis kaca prisma yang mampu memisahkan sinar menjadi komponen-komponen kromatik primernya, misalnya spektrumnya. Nah, CD itulah yang berfungsi sebagai kaca prisma!

Tanpa alat itu, ilmuwan atau siapa pun yang menaruh minat pada astronomi, khususnya, bakal kesulitan untuk menganalisis cahaya bintang. Adalah ilmuwan Gustav Robert Kirchhoff pada 1845 yang bersama ahli kimia Robert Bunsen menemukan spektroskop.

"Kartonnya dilem ke dus ini. Awas jangan sampai ada lubang," begitu Sutarmi mewanti-wanti rekan guru lainnya, sesama peserta Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah Angkatan IV, Tahap I yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation bekerja sama dengan ITCI Hutani Manunggal pada Senin (22/8) sampai dengan Jumat (31/8) lalu.

Keseharian

Kreativitas, seperti disampaikan oleh pembicara pada pelatihan itu yakni pakar pendidikan Dr. Anita Lie dan Dr. Takim Andriono berada di atas segala kekurangan mulai dari prasaran dan sarana pendidikan hingga kesejahteraan guru yang nyata terasa di daerah pedalaman, jauh dari Ibu Kota. "Tetapi, kalau semua ngomel (marah-red) dan nggak ada yang mau menyalakan lilin kecil, tetap saja keadaannya gelap," kesan kedua pembicara tadi memberi kiasan.

Sementara, sesungguhnya, bahan-bahan untuk membuat alat peraga letaknya dekat dengan keseharian. "Iya, di tempat saya, bahan seperti kardus, gelas plastik bekas minuman ada juga," kata perempuan asal Sragen, Jawa Tengah yang akrab dipangil Bu Tarmi ini.

Bu Tarmi adalah satu dari 12 guru di Sekolah Dasar (SD) 001 Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, sekitar 80 kilometer dari Kota Balikpapan ke arah timur di Provinsi Kalimantan Timur. Ada 141 murid di sekolah itu mulai dari kelas I sampai dengan VI SD. Di sekolahnya, terang Bu Tarmi, memang cukup tersedia alat peraga untuk berbagai mata pelajaran baik ilmu alam maupun ilmu sosial. "Tapi, yang kurang memang pelatihan untuk menambah pengetahuan guru memanfaatkan bahan alam seperti dicontohkan dalam pelatihan ini," papar ibu tiga anak ini.

Mengikutsertakan 50 orang peserta yang separuh jumlahnya adalah kepala sekolah, pelatihan oleh yayasan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto ini juga berisikan materi memotivasi kemampuan pendidik untuk mempertinggi dorongan belajar siswa. Dikatakan Direktur Eksekutif Ratih S.A. Loekito dalam kesempatan tersebut, pihaknya menghadirkan Ning Esti, seorang guru matematika SMA Negeri 1 Temanggung, Jawa Tengah.

"Saya cuma meluangkan waktu untuk murid-murid saya," kata Ning Esti merendah kala mengisahkan pengalaman yang dirintisnya hampir tujuh tahun lalu lewat klub matematika.

Kendati begitu, perjuangan perempuan yang punya prinsip "guru tak selalu lebih tahu" itu berbuah manis. Pasalnya, mantan muridnya, Nanang Susyanto meraih medali perunggu dalam International Mathematics Competition (IMC) di Blogeovgrad, Bulgaria pada 22-28 Juli 2005.

Setahun sebelumnya, saat duduk di kelas 3 SMA, Nanang yang kini melanjutkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FMIPA) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mewakili Indonesia pada ajang Olimpiade Internasional Matematika di Athena Yunani. "Nanang itu dulunya malah nggak suka matematika," kenang Ning Esti.

Setelah Nanang, giliran murid Ning Esti lainnya Rudi Adha Prihandoko yang sempat mengecap kompetisi matematika tingkat dunia. Rudi meraih predikat Honorable Mention pada Olimpiade Matematika Internasional (IMO) di Hanoi, Vietnam, Juli tahun ini.

Inilah contoh hidup bagi sesama rekan guru. Walau, Ning Esti mengaku terus- menerus belajar. "Karena prinsip saya itu, bahkan kalau Nanang pulang ke Temanggung, saya nggak sungkan belajar matematika sama Nanang," demikian Ning Esti.



Penulis: Josephus Primus

Berbagai Berita Korupsi Pengadaan Seragam Dinas Pendidikan Temanggung

Berikut adalah link untuk berita korupsi pengadaan seragam di Dinas Pendidikan Temanggung :
Suara Merdeka
Radar Jogja
Radar Semarang
Jawa Pos

Rabu, 13 Mei 2009

berita seputar unas.

unas telah berlangsung dibeberapa sekolah dengan beragam peristiwa dan beragam tanggapan.